![]() |
Umat Parmalim Saat Mengarak Kerbau Ke Tempat Penyembelihan |
Dalam upacara ini, warga Parmalim harus menggunakan ulos, mengenakan sarung, dan bagi yang sudah berkeluarga, mereka diharuskan mengenakan sorban putih. Sementara itu bagi petinggi Parmalim selain menyandang ulos juga mengenakan kain putih.
Nah, bagi masyarakat yang hendak menyaksikan tradisi suku Batak ini, juga harus mengenakan sarung dan tidak seorangpun yang dibenarkan memakai alas kaki di tempat upacara yang disakralkan ini.
Upacara syukuran ini dilangsungkan selama tiga hari berturut-turut, yang diawali dengan upacara yang mereka sebut dengan Parsahadatan atau menunjukkan kehadiran mereka pada sang pencipta langit dan bumi.
Pada acara Parsahadatan ini, seluruh Umat Parmalim, manortor atau menari tor-tor dengan khusyuk, untuk menyatakan bahwa mereka hadir dalam upacara tersebut.
![]() |
Umat Parmalim Saat Melakukan Upacara Syukuran Dengan Manortor |
Setelah seluruhnya selesai, tiga ekor ayam yang sudah dimasak, ditambah seekor kambing, kemudian diletakkan pada wadah khusus.
Setelah melakukan berbagai ritual doa ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang maha kuasa, para petinggi parmalim kemudian mengeluarkan kerbau hitam yang berukuran besar.
Cara mengarak kerbau ini juga cukup unik. Para petinggi parmalim mengarak kerbau mengelilingi rumah doa mereka hingga ke tiang khusus dengan cara melompat sesuai dengan irama gordang atau gendang batak yang terus menerus dimainkan selama upacara berlangsung.
Ritual doa kembali dilakukan dengan cara menari tor-tor dan setelah itu barulah keempat kaki kerbau yang sudah diikat, dikunci dan disatukan agar tidak lepas. Kerbau tersebut kemudian digotong bersama sama ke tempat penyemblihan untuk kemudian dimasak, dan pada hari ketiga dilakukan upacara panggohi yang merupakan acara penutup.
Ayam , kambing dan kerbau yang sudah disembelih dan dimasak pada hari kedua, dimakan bersama-sama oleh seluruh penganut Parmalim yang hadir.
Upacara ini merupakan tradisi tua suku Batak yang memiliki agama Malim, atau disebut Parmalim, sebuah kepercayaan yang dianut Sisingamangaraja dan suku Batak umumnya, jauh sebelum masuknya ajaran Kristen pada tahun 1820 ke kawasan Toba.
Tradisi ini masih terus dipertahankan masa demi masa, meski karena berbagai alasan penganut Parmalim terus berkurang.
Ritual ritual yang dilakukan oleh kelompok parmalim ini menjadi daya tarik sendiri, terutama bagi kalangan peneliti sejarah bahkan kalangan muda suku Batak sendiri. Parmalim juga sebagai salah satu identitas yang merupakan bagian dari Indonesia dan harus dipertahankan.
Pasca meninggalnya Raja Marnangkok Naipospos selaku pemimpin besar Parmalim pada tahun 2016 lalu, Kepemimpinan Parmalim, Bale Pasogit Partongoan diteruskan oleh Raja Poltak Marsinton Naipospos.
Kini hanya tinggal sekitar 438 kepala keluarga yang tidak hanya tersebar di kawasan Toba, tetapi juga tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun mereka tetap yakin dan teguh untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya dan tradisi asli dari nenek moyang suku Batak ini.
Mereka juga berharap agar negara melihat mereka sebagai penerus budaya, tetapi juga harus mengakui keberadaan mereka yang saat ini merupakan kelompok minoritas.(Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar